![]() |
Batik Tanah Liek / Batik Tanah Liat (Image by batiktanahliat.co.id) |
Berawal dari menyaksikan acara adat di kampungnya, daerah Kenagarian
Sumanik, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, tahun 1993, Hj.
Wirda Hanim, Bertekad untuk memproduksi kembali Batik Tanah Liek,
dikarenakan kain yang dipakai oleh para Datuak dan Bundo Kanduang tampak
kusam dan sobek sana sini karena lapuk. Bahkan pada saat mengenakannya
pun sangat berhati-hati diakibatkan oleh tuannya kain tersebut. Hal ini
ia ketahui setelah mencari informasi bahwa batik tanah liek tidak
diproduksi lagi sejak 70 tahun lalu.
Bermodalkan tekad yang kuat, Ibu Hj. Wirda Hanim, berniat untuk
memperbaharui kain tersebut. Sedangkan beliau tidak memiliki ilmu
membatik. Pada saat itu, beliau menemui guru batik di Sekolah Menengah
Seni Rupa (SMSR) Padang, yang kini menjadi Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dengan cara berkunjung langsung ke sekolah dan rumahnya, dengan
harapan bisa bekerjasama. Tetapi, guru tersebut hanya menyuruh siswanya
saja. Walaupun begitu Ibu Hj. Wirda Hanim tetap membiayainya, mulai dari
membeli kain dan obat-obatan membatik, namun hasil para siswa ini tidak
memuaskan. Akhirnya Ibu Hj. Wirda Hanim tidak melanjutkan kerjasama
itu.
![]() |
Contoh Batik Tanah Liek (Image by Google) |
Hal tersebut tidak membuat Ibu Hj. Wirda Hanim putus asa. Beliau mencoba
membuat ulang motif kain kuno ke kertas. Bukan itu saja, beliau juga
membuat motif yang terdapat di Rumah gadang. Hal terserbut ia lakukan
lebih kurang selama 6 bulan.
Tepat pada saati itu, Dewan Kerajinan Nasional Provinsi Sumatera Barat
mengadakan pelatihan batik tanak liek dengan jatah peserta sebanyak 20
orang yang berasal dari Kabupaten Solok dan 10 orang lagi dari Kabupaten
Pesisir Selatan. Kota padang memang tidak diikut sertakan karena
kebanyakan Orang Padang memiliki usaha bordir "Monalisa". Walaupun tidak
ada jatah peserta, Ibu Hj. Wirda tetap ingin ikut. Akhirnya beliau ikut
dengan biaya sendiri. Namun, pelatihan yang diikutinya masih belum
memuaskan.
Pada tahun 1995, dengan meminta izin suami, Ruslan Majid, beliau pergi
ke Yogyakarta sekaligus meminjam uang sebanyak Rp. 20.000.000,- sebagai
modal dengan tujuan untuk belajar batik disana. Berselang hanya 2 hari
saja, beliau pun kembali ke Padang. Selain merasa tidak betah, beliau
jugak tidak bisa meninggalkan usaha bordirnya dengan karyawan sebanyak
20 orang yang menetap dirumahnya. Ibu Hj. Wirda Hanim meminta kepada
Dewan Batik Yogyakarta mengirimkan pengajar batik ke padang yang beliau
kontrak selama 3 bulan. Tapi sebelumnya, Ibu Hj. Wirda Hanim menitipkan
contoh kain Batik Tanah Liek dengan harapan dapat dibuatkan motif dan
warna sesuai contoh kain tersebut. Sesampainya dipadang, pengajar dan
seorang pemuda yang dibawanya dari Yogyakarta tersebut masih belum mampu
membuat kain Batik Tanah Liek sesuai contoh yang diberikan, bahkan
setelah 2 bulan bekerja dengan beliau di Padang, tidak satu lembar kain
pun yang berhasil menyerupai warna kain Batik Tanah Liek.
![]() |
Contoh Batik Tanah Liek (Image by Google) |
Berkat kegigihannya, yang telah menghabiskan modal banyak dengan membeli
kain sutra, Obat-obatan batik serta peralatan membatik, tidak
membuatnya putus asa. Tepat seminggu sebelum kontrak pengajar dari
Yogyakarta habis, Ibu Hj. Wirda Hanim teringat pelajaran membuat warna
hiasan kue ulang tahun yang pernah diikutinya di Jakarta. Beliau
melakukan uji coba dengan warna kimia untuk batik, seperti mencari warna
yanga sesuai dengan Batik Tanah Liek yang warnanya mirip tanah. Dari 10
lembar kain, yang masing-masingnya berukuran 2 meter, hanya 2 lembar
saja yang menyerupai warna Batik Tanah Liek.
Namun begitu, Ibu Hj. Wirda Hanim tetap melakukan eksperimen dengan
menggaji karyawan khusus batik. Sejak itu, beliau memproduksi Batik
Tanah Liek dengan bahan kimia. Sehingga pada saati itu, dinamakan merk
hasil produksinya Batik Tanah Liek "Citra Monalisa". Tapi tetap saja,
Batik Tanah Liek kuno dibandingkan dengan batik buatannya masih sangat
berbeda. Pada suatu ketika, beliau pulang kampung dan bertanya kepada
seorang ibu yang ada disana. "Kenapa Batik ini dinamakan Batik Tanah
Liek ?", dan ibu itu pun menjawab bahwa Batik Tanah Liek ini pada
dasarnya diwarnai dengan tanah dan motifnya diwarnai dengan
tumbuh-tumbuhan. Beliau lalu melanjutkan pertanyaannya "Tumbuh-tumbuhan
apa saja yang bisa diambil ?" dan ibu tersebut melanjutkan jawabannya
yaitu gambir, rambutan, pinang, dan lain-lain. Berdasarkan informasi
itulah, Ibu Hj. Wirda Hanim mencoba mencari tahu pembuatan dan
ketahanannya.
Akhirnya, setalah 10 tahun mencoba, barulah beliau mendapatkan Batik
Tanah Liek sesuai dengan contoh yang ada sekaligus telah dipatenkan
dengan nama "BATIK TANAH LIEK". Modal yang dulu pernah beliau
pinjam dari suaminya, sudah terlunasi berkat bantuan dari Pertamina pada
tahun 1997, bantuan pinjaman pertama yang beliau terima, Menurut
informasi yang beliau dapat dari Ibu Upik Rauda Tayib, seorang tokoh
Budayawan asal Sumatera Barat, Batik Tanah Liek berasal dari Cina, bukan
dari Jawa.
Sampai Sekarang, Ibu Hj. Wirda Hanim tetap melestarikan Batik Tanah Liek
yang berada dikediaman sekaligus showroom beliau yaitu Jalan Sawahan
Dalam, No. 33, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Bukan itu saja,
beliau juga mendapatkan berbagai penghargaan baik dari pemerintah maupun
swasta, seperti Upakati Award pada tahun 2006 atas jasa melestarikan
produk tradisional seni dan budaya Indonesia, serta Markplus pada tahun
2014 sebagai Marketeer of the Year.
Sumber : batiktanahliek.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar